Cerpen Pojok Warung Kopi Karya Sang Amplitudo


Cerpen - Pojok Warung Kopi Karya Sang Amplitudo - Lalu lalang manusia malam itu sangat sepi, mungkin karena suasana hujan. Hujan yang tidak terlalu lebat dan tidak pula gerimis.
Dini yang saat itu mengendarai matic ditengah hujan ragu apakah harus berhenti atau melanjutkan pulang kerumah, iya bergumam dalam hati :

“Berteduh atau enggak ya?
“Ah, berteduh sajalah”

Alasan dini berteduh adalah saat itu ia melintasi jalan mawar yang dijalan itu ia mencium aroma seduhan kopi pinggir jalan, ia hapal sekali aroma itu, tempat yang bersejarah untuknya, tempat itu adalah Warung kopi Sangi.

Dini masuk ke warung kopi sangi melintasi barista berumur setengah baya, yang bernama kang Akim. Karena ia sudah lama tidak mampir ke tempat itu ia hanya senyum dengan berharap Kang Akim masih mengingatnya.
Melihat Kang Akim menoleh kepada Dini, ia menyapa :

“Eh dini, Udah lama nggak mampir din. Sibuk ama kuliah ya?
“Kang akim masih ingat ya sama saya, padahal udah sekitar 2 tahun gak mampir kesini”
“Ingat lah din, memori otakku kan besar, nih uban mulai bermunculan”
“Hehehe”
“Masuk din, minum apa?
“Biasa kang kopi item, agak manis ya kang”
“Siap”

Suasana Sangi malam itu tidak terlalu ramai, mungkin karena bukan malam minggu, mungkin karena hujan. Dini mengambil posisi duduknya. Ia memilih tempat duduk favoritnya, posisi tempat duduk yang selalu ia pilih tiap mampir di tempat makan atau ngumpul dengan teman-temannya, yaitu posisi tempat duduk pojok.
Ya, ia memilih posisi pojok warung Kopi Sangi yang kosong tidak ada pengunjung yang mendudukinya.
Seperti duduk di restoran mahal, Dini mulai duduk dengan perlahan, melihat suasana dari pojok tempat duduknya ke arah luar, Dini merasakan suasana tidak berubah seperti dua tahun yang lalu.

“Ini mbak kopinya ” pelayan mengantarkan pesanan Dini
“Iya terima kasih” jawab Dini
“Sama-sama”

Setelah menuangkan gula dan mengaduk kopi dan menyeruput kopi, Dini tersenyum,

“Rasa ini tidak tidak berubah sama sekali, suasana dan rasa kopi ini”

Setelah meletakkan gelas kopi, Dini mengambil tas kecilnya, dan mulai membuka tas. buku berjudul “Teror Mental” karangan Putu Wijaya

Pada saat sebelum berangkat kuliah ia mempunyai perasaan yang aneh tiba-tiba ingin membawa buku itu, buka pertamanya tentang puisi dan sajak, padahal buku-buku itu sudah dibacanya dua tahun lalu.

Dibukanya tas kecil itu, dini mengambil sebuah bolpoin dan buku kecil. Dan menulis beberapa sajak.

Setelah beradu dengan pena dan kertasnya Dini memandang penuh isi ke depan. Ternyata posisi pojok itu, segelas kopi itu di tempat itu merupakan kenang-kenangannya bersama seseorang yang ia cintai.
Iya. Dia adalah sesorang yang berpengaruh di dalam hidupnya.
Laki-laki itulah yang memberikannya buku-buku sastra, puisi dan laki-laki itulah yang mengenalkannya dengan para pengarang sekaliber Putu Wijaya, Chairil Anwar, Goenawan Mohammad.
Dan laki-laki itu pergi untuk selama-lamanya ke sisi yang Maha Pencipta, tanpa sempat Dini mengucapkan perasaannya dan berucap pamit.

Perasaan Dini kacau balau waktu itu, ingin ia menangis dan berteriak sekeras kerasnya.
Sehingga Dini mengungkapkan perasaannya lewat puisi :

“Pahit ini memanja mata
Nikmati rasa hitam di cangkirmu
Sudut dinding aku menunduk
Andai kau ada disini. AGEN POKER ONLINE TERPERCAYA INDONESIA SALMONPOKER.COM ( POKER UANG ASLI )
Menemani, cengkrama pesoalan kita
Memupuk impian yang tersemat
Dalam dadaku dan kamu
Lain waktu
Akan kuajak kau
duduk bersama
Di sudut ini
Beradu cangkir hitam” (sudut dan cangkir kita).

Sekitar satu jam dini duduk di pojok Warung Kopi Sangi itu, dini mulai mengemasi peralatan tulis nya dan meninggalkan sehelai kertas berisi puisi tersebut dan meninggalkan uang untuk membayar kopi di atas meja.

Baca Juga : Sebuah Kisah Cerpen Dari Si Tukang Pijat Keliling

Dini pamit dengan perasaan kacau.
Berlalu begitu saja. Hujan pun sudah berhenti, lalu lalang manusia malam itu kembali ramai dan aspal jalan menjadi licin karena hujan.

Dini membawa motornya dengan pelan keluar dari tempat parkir Warung Kopi Sangi, dan melaju menembus gelap malam yang lembab itu.